Berbicara mengenai segala sesuatu tentang Indonesia, dengan basis pendidikan budaya dan hiburan.
Senin, 28 Februari 2011
Secercah Pendidikan Dibalik Eksotisme Gunung Pancar
Gejala alam Kawah Ratu
Minggu, 27 Februari 2011
Go Green With Mountain Bike
Dari sekian banyak jenis sepeda yang dijual di pasaran, sepeda gunung menjadi andalan bagi para penyuka kegiatan out door. Selain memiliki desain rangka yang kuat, ternyata bersepeda di alam bebas menawarkan tantangan yang terbilang ekstreem dan fun.
Dengan mengandalkan geografis pegunungan dan hutan, aktivitas bersepeda makin marak dikampanyekan hingga ke pelosok daerah. Bahkan salah satu daerah di Jawa Barat, tepatnya daerah perbukitan Gn walat, kecamatan Cibadak, Sukabumi menjadi tempat pelaksanaan kejuaraan sepeda gunung, dalam ajang perlombaan Sea Games 2011 November mendatang.
Tidak hanya didaerah itu saja, Gn Pancar, Bogor juga ikut memainkan peran sebagai penyedia lahan bersepeda di alam bebas. Hal ini terlihat dari jumlah pengunjung yang mayoritas dari Jakarta yang bersepeda didaerah tersebut.
Sebagai dasar pertimbangan untuk membeli sepeda gunung, ada baiknya untuk mempertimbangkan dari sisi kebutuhan dan jenis medan yang akan dilalui. Tujuannya agar pengemudi tidak mengalami kesulitan ketika bersepeda.
Berikut tips memilih sepeda gunung:
1. Kenali Type Sepeda Gunung.
Ada beberapa tipe sepeda gunung yang perlu anda kenali sebelum membeli, Yaitu tipe downhill (DH), Freeride (FR), Dirtjump (DJ), Cross Country (XC) danAll Mountain (AM). Pemilihan tipe sepeda sebaiknya anda sesuaikan dengan jenis aktifitas serta karakter madan yang akan anda tempuh.
a) Tipe Downhill (DH) Jenis sepeda ini terbilang cukup aman dan nyaman dalam menuruni bukit. Mampu menikung dengan stabil, meski dengan kecepatan tinggi.Selain itu, sepeda ini juga dilengkapi dengan suspensi kejut, agar ketika terjadi benturan di medan perbukitan yang ekstrem.
Sepeda DH tidak mengutamakan kenyaman mengayuh karena hanya dipakai untuk turun gunung. Sepeda downhill juga lebih mengacu pada lomba, sehingga selain kekuatan, yang menjadi titik tekan dalam perancangannya adalah bagaimana agar dapat melaju dengan cepat. Untuk menuju ke lokasi, para downhiller tidak mengayuh sepeda mereka namun diangkut dengan mobil. Tipe ini tidak efisien apabila dipergunakan di dalam kota maupun di jalur cross country.
b) Tipe Freeride (FR)
Dirancang untuk mampu bertahan menghadapi drop
off (lompatan) tinggi dan kondisi ekstrim sejenisnya. Bodinya kuat namun tidak secepat dan selincah tipe all mountain (AM) karena bobotnya yang lebih berat. Kurang cocok untuk dipakai jarak jauh.
c) Tipe Cross Country (XC)
Dirancang untuk lintas alam ringan hingga sedang. Didesain agar efisien dan optimal pada saat mengayuh dan menanjak di jalan aspal hingga jalan tanah pedesaan. Biasanya cukup dengan tipe Hardtail (suspensi depan).
d) Tipe Dirt Jump (DJ)
Didesain untuk melakukan aktifitas lompatan-lompatan tinggi dan extreme, seperti halnya sepeda-sepeda BMX. Bentuk frame DJ biasanya berkesan kokoh dan gaya, namun agak terasa berat untuk jalur menanjak. DJ untuk keperluan Cross Country, biasanya dikombinasi dengan menggunakan solusi berupa memperingan komponen-komponen penyusun lainnya seperti fork,velg ataupun crank.
e) Tipe All Mountain (AM)
Dirancang untuk lintas alam berat seperti naik turun bukit,
masuk hutan, melintasi medan berbatu, dan menjelajah medan offroad jarak jauh. Keunggulan all mountain ada pada ketahanan dan kenyamanannya untuk dikendarai. Hampir semua sepeda AM bertipe full-suspension (suspensi depan dan belakang)
2. Pembelian Model Custom atau Full Bike.
Kedua faktor ini biasanya merupakan langkah awal dalam pembelian sepeda gunung, dimana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan pembelian model custom, anda dapat menentukan sendiri komponen-komponen penyusun dari sepeda anda, seperti model frame, jenis crank, tipe fork maupun merk shifter-nya.
Pemahaman anda terhadap detil sepeda sangat diperlukan di sini. Untuk pemula yang akan menggunakan model pembelian ini, sebaiknya memerlukan rekan pendamping yang lebih paham (advance-level) detil sepeda gunung, agar pemilihan komponen bisa tepat dan nyaman dipergunakan. Sebaliknya dengan pembelian model Full Bike, pemula tidak terlalu dipusingkan oleh item-item komponen.
Setiap merk biasanya sudah menyiapkan satu unit sepeda yang telah di kustomisasi (mix and match) sesuai standar pabrik, misalnya merk Giant, Specialized, KHS ataupun Polygon. Dengan demikian harganya juga bertingkat mulai dari low-end sampai high-end, dengan kisaran harga mulai dari sekitar 1.5 juta s/d puluhan juta rupiah, tergantung kustomisasi komponen penyusun sepeda gunung. Di sini anda perlu sedikit jeli, mengamati detil komponennya, terutama pada shifter, breaker dan crank. Jangan ragu untuk mencoba mengendarainya (test-drive) sebelum membeli untuk memastikan kombinasi komponen-komponen tersebut telah nyaman dan sesuai dengan Anda.
3. Pembelian Tangan Kedua (Second-Hand).
Tidak hanya mobil atau motor, sepeda gunung pun bisa dibeli melalui tangan kedua (second-hand). Memang memperoleh second-hand sepeda gunung tidak semudah second-hand mobil/motor. Kuncin dari pemblian model ini adalahnetwork yang luas dan sabar.
Pergunakan network komunitas anda untuk memperoleh informasi tersebut. Karena biasanya publikasi penjualan sepeda gunung second hand berdasarkan obrolan dari-mulut-ke-mulut. Anda perlu bersabar dalam hunting sepeda gunung second-hand, mengingat tidak setiap hari orang menjual sepeda gunungnya. Jalan tengah yang sering ditempuh adalah dengan membeli komponen demi komponen yang dijual second-hand secara terpisah, untuk kemudian Anda satukan dan anda rakit menjadi 1 unit sepeda.
Beberapa komponen sepeda gunung seperti frame, crank bahkan full bike jenis second hand juga sering ditawarkan melalui internet, baik dari show room di dalam negeri maupun luar negeri. Pembelian model ini sangat cocok untuk anda dengan anggaran terbatas.
4.Harga Pembanding.
Setelah anda yakin dengan jenis sepeda gunung yang anda incar, jangan terburu-buru membeli. Cobalah sedikit mencari harga pembanding baik melalui beberapa toko di kota anda ataupun browsing melalui internet.
Minggu, 13 Februari 2011
Pergeseran Nilai Budaya Masyarakat Indonesia
Bagi sebagian masyarakat Indonesia khususnya di kota besar, budaya merupakan sebuah warisan nenek moyang terdahulu. Bentuknya terdiri dari berbagai unsure seperti sistem agama dan politik, Adat istiadat, Bahasa, Perkakas, Pakaian, Bangunan dan Karya Seni.
Seiring berkembangnya kemajuan zaman dan teknologi, manusia pun ikut menciptakan sebuah kebiasaaan dan tradisi yang kemudian mewariskan sebuah budaya baru pada generasi selanjutnya dan terus begitu pada generasi berikutnya.
Dari hasil cipta rasa dan karsa yang terkait dengan budaya tersebut, masyarakat makin sulit untuk menginventaris bahkan mendokumentasikan hasil dari warisan terdahulu. Seperti halnya jenis tarian, bangunan bersejarah, hingga sistem kekerabatan yang sudah berubah.
Tahun berlalu dan zaman berganti, lama kelamaan warisan tersebut terkikis, Berdasarkan sedikit pengamatan yang saya lakukan, masyarakat Indonesia kebanyakan menganggap kesenian, seperti tarian, music dan alat pendukungnya dipandang sebagai hasil warisan budaya.
Sedangkan beberapa unsure lain yang termasuk kedalam budaya secara perlahan luntur dan hilang begitu saja. Hingga saat ini sudah tercatat ratusan acara adat dari berbagai suku hilang dan masyarakat pun beralih pada kemajuan teknologi.
Salah satu contohnya yang paling nyata dan tanpa banyak disadari masyaakat adalah penggunaan bahasa daerah. Dimana masyarakat khususnya pemuda mulai enggan untuk memakai bahasa daerahnya sebagai sebuah identitas dalam pergaulan.
“Seperti yang terjadi di daerah Papua, dimana ada Sembilan bahasa daerah yang kini tidak digunakan kembali. Begitu juga dengan Maluku Utara yang terdapat satu bahasa sudah punah. Menyusul daerah Jawa yang terkenal dengan bahasa Kromo yang secara perlahan mulai terkikis”. (Sumber : Harian Kompas, 13/11/08)
Masih dalam sumber yang sama, Summer Institute of Linguistics (SIL), lembaga swadaya masyarakat internasional yang mendokumentasikan bahasa-bahasa yang hampir punah di dunia, mencatat, di Sumatera dari sebanyak 52 bahasa pada tahun 2000, yang tersisa kini hanya tinggal 49 bahasa atau sebanyak tiga bahasa hilang.
Di Papua, dari 271 bahasa yang ada, dua di antaranya sudah menjadi bahasa kedua. Di Maluku, dari 132 bahasa, hanya 129 yang aktif dituturkan dan tiga bahasa lainnya hilang. Bahasa yang hilang tersebut bisa saja hilang bersama dengan penggunanya.
Oleh sebab itu, peran pemerintah dan masyarakat sangat menentukan inventaris sebuah kebudayaan. Setidaknya kedua peran tersebut bersinergi dan mau menjaga hasil cipta rasa dan karya nenek moyang terdahulu.
Punahnya bahasa daerah yang semakin lama menyusut, besar kemungkinan diakibatkan oleh akulturasi budaya barat yang merasuk kedalam budaya timur yang kebanyakan etnis Melayu. Dalam proses percampuran dua budaya tersebut, masyarakat menerima begitu saa tanpa ada sebuah sistem yang menyaring dan mengatur tentang mana yang baik dan buruk.
Hingga realitas yang terjadi dari percmpuran dua budaya tersebut sangat bergantung terghadap peran individu yang menerima dan menerapkan. Tentunya tentang perdebatan mengenai mana yang buruk dan baik.
Diperkirakan dalam 20 tahun kedepan, jika masyarakat dan pemerintah Indonesia tidak menerapkan sebuah pola filterisasi yang lebih matang, hasil dari kebudayaan asli bangsa Indonesia yang tersebar di berbagai daerah akan mulai punah dan akan ditinggalkan.
Bahkan tidak menutup kemungkinan akan tercipta sebuah kebudayaan baru yang makin sulit di definisikan sebagai hasil kebudayaan Indonesia. Dan generasi sesudahnya hanya mendapatkan informasi dari kesimpangsiuran mengenai bentuk dan materi budaya tanah air yang secara perlahan mulai bergeser.
Realitas ini menjadi tanggung semua masyarakat Indonesia,tidak memandang sesuatu dari golongan, ras, kulit, Suku dan Agama. Hanya kepedulian tiap-tiap masyarakat untuk membuka mata dari pergeseran nilai sebuah budaya. (dharma)
Minggu, 06 Februari 2011
SELAMATKAN KUALITAS MUSIK INDONESIA
Mereka-mereka yang berkuasa atas segala rekaman dan promosi album, menjual musisi murahan tersebut demi keuntungan semata, bukan sebagai pewarna baru dan regenerasi dalam dunia musik nasional, mereka selalu mempersoalkan selera pasar. Lalu, apa motif sebenarnya dari pengusungan musisi murahan seperti ini?
Jika ditinjau dari penilaian masyarakat pula, musisi murahan ini hanya menjadi hujatan dan sasaran caci maki dari para penikmat musik tanah air. Atau, apakah hujatan dan caci maki masyarakat itu membawa nilai lebih bagi pihak label? Apakah malah hujatan-hujatan tersebut yang mendongkrak pamor para musisi murahan tadi? Jika ya, berarti yang mereka jual bukanlah seni, mereka hanya menjual sensasi.
Fenomena ini juga akan berdampak buruk bila dibiarkan terus berkembang.
Dampaknya adalah :
1. Musisi-musisi lain yang sebenarnya jauh lebih berkualitas, akan semakin kehilangan pamor. Mereka yang kuat akan terus bermusik dengan hati mereka, mainkan apa yang mereka inginkan. Mereka yang lemah akan terbujuk goda rayu mayor label dan berubah genre mereka sesuai kemauan pihak yang memegang kuasa, dan hal ini akan menambah panjang daftar musisi murahan.
2. Tidak ada lagi referensi musik yang berkualitas dari dalam negeri. Jadi jangan salahkan atau menilai buruk orang-orang yang lebih suka dengan musik luar saat ini, karena musik Indonesia dianggap telah kehilangan kualitasnya.
3. Perlahan tapi pasti, terjadinya penurunan kecerdasan bermusik bagi generasi mendatang. Yang mereka pelajari dalam masa pengembangan bakat ialah musisi murahan tersebut, bahkan bukan tidak mungkin nantinya mereka akan menjadi penerusnya dan hanya bisa bermusik sebatas chord D-Bm-G-A dengan ketukan drum yang low beat. Tidak ada lagi harmonisasi jazz, irama blues, ataupun sekedar akustik yang bermain dengan chord-chord ganda, ataupun musik-musik keras yang bermain double pedals. Jika itu terjadi bisa dipastikan musisi Indonesia yang sebelumnya berkualitas hanya akan menjadi kenangan. (Ula)