Tanpa pembacaan Pancasila, pemimpin upacara, hingga peserta upacara. Merah Putih tetap berkibar diujung tiang. Meski ritual pengibaran bendera ini tidak sesakral seperti di Istana Negara, namun nasionalisme dan kecintaan terhadap negri ini tetap tumbuh dihati anak-anak Sekolah Dasar YPPK Manusela, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Seperti biasa, Senin pagi pukul 06.00WITA dilakukan pengibaran bendera merah putih yang berada dihalaman sekolah, kali ini Billy dan Sarfon kebagian giliran sebagai pengibar bendera. Tidak ada yang istimewa dari pengibaran ini, tanpa seragam paskibraka dan pemimpin pengibar bendera.
Dua anak polos dengan rambut plontos ini tidak tahu bagaimana detail prosesi pengibaran bendera, yang mereka tahu Merah Putih harus berada puncaknya setiap hari Senin pagi sebagai tanda aktivitas sekolah dimuali dan diturunkan Sabtu siang ketika jam pelajaran terakhir usai.
Tidak ada yang mengajarkan mereka bagaimana susunan upacara bendera, maklum saja di sekolah hanya ada satu guru yang mengajar enam kelas sekaligus. Wajar jika 60 muridnya kebanyakan tidak tahu bagaimana prosesi pengibaran bendera Sang saka Merah Putih secara baik.
Fenomena seperti ini sangat bertolak belakang dengan kabar di media massa yang membeitakan tentang pelarangan pengibaran bendera merah putih karena di anggap Musrik yang dilakukan dua sekolah di Karang Anyar, Jawa Tengah. Ironisnya sekolah berada ditengah hiruk pikuk kemajuan teknologi.
Sedangkan jauh melintasi pulau dan berada di pedalaman Taman Nasional Manusela, Pulau Seram, Maluku, Anak-anak Manusela merasa yakin kalau pengibaran bendera merah putih sebagai sebuah kebanggan bak pahlawan nasional. Seperti yang diajarkan Yuli Lilihata guru satu-satunya disekolah ini, terhadap sikap nasionalisme dan pahlawan disalah satu pelajaran sekolah.
Seperti biasa, Senin pagi pukul 06.00WITA dilakukan pengibaran bendera merah putih yang berada dihalaman sekolah, kali ini Billy dan Sarfon kebagian giliran sebagai pengibar bendera. Tidak ada yang istimewa dari pengibaran ini, tanpa seragam paskibraka dan pemimpin pengibar bendera.
Dua anak polos dengan rambut plontos ini tidak tahu bagaimana detail prosesi pengibaran bendera, yang mereka tahu Merah Putih harus berada puncaknya setiap hari Senin pagi sebagai tanda aktivitas sekolah dimuali dan diturunkan Sabtu siang ketika jam pelajaran terakhir usai.
Tidak ada yang mengajarkan mereka bagaimana susunan upacara bendera, maklum saja di sekolah hanya ada satu guru yang mengajar enam kelas sekaligus. Wajar jika 60 muridnya kebanyakan tidak tahu bagaimana prosesi pengibaran bendera Sang saka Merah Putih secara baik.
Fenomena seperti ini sangat bertolak belakang dengan kabar di media massa yang membeitakan tentang pelarangan pengibaran bendera merah putih karena di anggap Musrik yang dilakukan dua sekolah di Karang Anyar, Jawa Tengah. Ironisnya sekolah berada ditengah hiruk pikuk kemajuan teknologi.
Sedangkan jauh melintasi pulau dan berada di pedalaman Taman Nasional Manusela, Pulau Seram, Maluku, Anak-anak Manusela merasa yakin kalau pengibaran bendera merah putih sebagai sebuah kebanggan bak pahlawan nasional. Seperti yang diajarkan Yuli Lilihata guru satu-satunya disekolah ini, terhadap sikap nasionalisme dan pahlawan disalah satu pelajaran sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar