Minggu, 22 Mei 2011

Matah Ati : Cinta dan Kekaguman Dalam Jiwa Ksatria Raden Mas Said

Guna memperkenalkan warisan kebudayaan Indonesia di Forum Internasional, cucu Mangkunegoro VII atau yang biasa dikenal Atillah Soeryadjaya, mementaskan karya tari berjudul ‘Matah Ati’ di gedung Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki (13/5/11).

Tarian yang diangkat dari kisah nyata percintaan antara Raden Mas Said atau yang biasa dikenal dengan sebutan Pangeran Sambernyowo  kepada seorang bernama Rubiyah dari desa Matah, yang gagah berani menegakkan keadilan bagi rakyatnya untuk melawan penjajah di abad ke 18 ketika VOC menduduki tanah Jawa.

Pertemuan antara keduanya terbilang singkat, yaitu saat perayaan kemenangan Raden Mas Said setelah 16 tahun bertempur melawan belanda, dirinya membuat pesta pagelaran wayang kulit di dusun Nglaroh yang juga daerah kekuasaannya. Saat itu semua gadis desa termasuk Rubiyah, keluar rumah untuk menyaksikan pagelaran tersebut.

Hingga suatu ketika pagelaran wayang kulit usai Raden Mas Said melihat Rubiyah tertidur lelap. Pada pandangan pertama tersebut Sang pangeran melihat sosok wanita yang bisa menguatkan jiwa dan memberikan spirit dibandingkan wanita lainnya, pada saat itu sang pangeran merobek sebagian kainnya, lalu menyuruh pengawalnya untuk mencari tahu siapa pemilik sobekan kain tersebut. Setelah diselidiki ternyata kain itu milik Rubiyah, seorang gadis desa yang memiliki kemampuan memimpin peperangan jejeran prajurit perempuan.

Atas segala keberanian Rubiyah serta paras cantik yang dimilikinya, Raden Mas Said meminang Rubiyah sebagai pendamping hidupnya. Hingga Cinta dan kekaguman, gejolak dalam peperangan, membuat diri Rubiyah memberanikan diri untuk menerima pinangan Raden Mas Said.  

Pentas tarian dalam cerita tersebut mengandung nilai seperti, meletakan kaum wanita sederajat dengan kaum laki-laki (kesetaraan Jender), Peperangan tidak membawa kebaikan dan kebahagiaan dan pengalaman transdental  Raden Mas Said ketika melihat cahaya tubuh Rubiyah menjadi nilai pencerahan dalam memahami eksistensi kaum wanita.

Seusai pertunjukan Atilla menjelaskan, Tarian ini merupakan cerminan bahwa, Indonesia sudah memiliki ragam budaya dan nilai-nilai pelajaran yang baru terfikirkan pada zaman sekarang. Yakni memaknai perempuan bukan sebagai objek, melainkan sudah menjadi subjek dalam segala bidang.

Seni pertunjukan tari ini bertujaan untuk mengangkat akar tradisi Jawa sebagai sumber penciptaan untuk di dialogkan di forum nasional dan Internasional, selain itu untuk menginspirasi generasi muda lewat semangat juang Raden Mas Said dalam melawan ketidakadilan dan membnetuk tatana kehidupan yang adil dan sentosa, juga nilai kebersamaan dalam membangun nilai kemanusiaan.