Senin, 28 Februari 2011

Secercah Pendidikan Dibalik Eksotisme Gunung Pancar

BOGOR, Jawa Barat – Berdiri di lahan bebatuan seluas 1200 Meter Persegi, membuat SMP Pancar Bhakti yang terletak di lembah Gunung Pancar,Kabupaten Bogor tak urungkan niatnya mewujudkan impian kesejahteraan pendidikan bagi anak-anak desa yang mayoritas dibawah garis kemiskinan.

Sekolah yang berdiri sejak tahun 2007 lalu, Namun antusias orang tua dan semangat belajar anak – anak SMP Pancar Bakti, desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor makin menunjukan keinginan berprestasi. Meski dengan minimnya buku dan alat mengajar, tidak tergambar keluh kesah para siswa dalam menimba ilmu pengetahuan.
Bahkan untuk memenuhi dahaga dalam berprestasi, Haji Ujang, selaku kepala Yayasan Pancar Bakhti Prihatin rela menyisihkan sebagian hasil panen padinya untuk membuat perpustakaan dan membeli kaos sepak bola untuk anak didiknya.

Bersama anaknya, Solihin selaku pemengang keaungan dan Jaunuri yang menjabat kepala sekolah dan juga merangkap sebagai guru, rela turun gunung untuk antar jemput para guru untuk mengajar.
Hal ini mereka lakukan atas dasar kepedulian terhadap kondisi pendidikan yang memprihatinkan di sekitar kawan Gunung Pancar. “Keprihatinan saya terhadap minimnya fasilitas pendidikan muncul ketika melihat anak-anak tetanggga, taraf pendidikannya hanya sampai ditingkat Sekolah Dasar. Bahkan untuk melanjutkan ketingkat SMP mereka harus turun gunung dan menempuh jarak sekitar 20 kilometer naik ojek motor untuk sekolah”. Jelas Hj Ujang, saat bercerita di teras rumahnya.

“Untuk satu kali naik ojek saja, biasanya satu anak bisa menghabiskan Rp. 15.000 dalam sehari. Tentu saja hal ini memberatkan para orang tua untuk melanjutkan sekolah anaknya”. Tambah Hj. Ujang.
Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan Hj Ujang bersama kesepuluh anaknya mulai mendapat bantuan dana dari dinas penddikan kabupaten bogor sejumlah 3,5 juta pertahun. Dana tersebut digunakan untuk membeli kapur tulis dan perawatan sekolah.
Sedangkan untuk guru sendiri, Hj Ujang memberikan uang transport sebesar Rp 350.000 setiap bulannya yang didapat dari hasil pertanian dan penjualan tanaman hias. “Pemberian dana tersebut juga tidak mesti lancar setiap bulannya, tergantung hasil panen”. Tambah Hj Ujang.

Kepedulian terhadap dunia pendidikan yang dilakukan Hj Ujang dan anaknya, dimulai ketika ada investor yang membangun tempat pariwisata dan tempat penginapan di kawasan gunung pancar yang terkenal dengan telaga air panas.
Ironisnya tidak ada satupun masyarakat desa yang menjadi pekerja di sana. Bahkan pekerjanya sendiri sengaja didatangkan dari Jakarta dan Cibinong. Dengan alasan, masyarakat desa tidak membaca dan tidak mampu dalam mengelola tempat pariwisata tersebut.
Tentunya hal ini seperti cambukan keras bagi hj Ujang. Tak ingin berlarut-larut dalam kesengsaraan tersebut, dirinya berusaha membangun sekolah bagi anak-anak di desanya. Agar kedepanya siswa tersebut bisa memberikan sesuatu bagi desanya sendiri.
Hj ujang bersama anaknya terus berusaha dalam mengembangkan sekolah dan mutu pendidikan di tanah kelahirannya, hal ini agar para investor asing tidak terus menerus menjajah masyarakat desa karena tidak makan bangku pendidikan. (dharma)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar